Langsung ke konten utama

Ceritaku #2

Aku mau bercerita mengenai hal yang cukup mengganjal di pikiranku seharian ini dan  membuat aku tidak cukup produktif. Harusnya aku belajar ngoding, belajar bahasa, dan mengerjakan TA. Tapi dari ketiganya tidak ada yang aku lakukan. Terkadang aku malu sama komitmen yang sudah aku buat dan aku tulis di blog kemaren. Tapi yaudah lah, toh hari ini telah berlalu dan menyesal juga sudah. Semoga cuma hari ini saja aku seperti ini, besok lusa semangat lagi mengejar targetan-targetan hidup yang lainnya.

Oke, sudah cukup basa basinya. 
Mari kita mulai ceritanya. 
Cerita ini dimulai saat malam hari, disaat aku sudah lelah dengan les bahasa dan diskusi TA, aku bergegas untuk tidur. Sebelum tidur biasanya aku selalu memikirkan banyak hal. Akhir-akhir ini (sekitar seminguuan ini) aku selalu memikirkan tentang seseorang yang aku kagumi. Sejujurnya aku benci mengakui bahwa aku mengaguminya, tetapi begitulah keadaaannya. Walau kami tak cukup kenal satu sama lain, tapi entah mengapa jika menyangkutnya rasanya aku menjadi seseorang yang paling sok tau. Seolah aku yang paling tau semua tentang kisahnya, entah tentang kebahagiannya ataupun kesedihannya.  Aku ngerasa ini udah bener-bener ngeganggu. Oleh karena itu malam itu aku pake untuk berkontemplasi, dan menyadari hal-hal bodoh yang telah aku lakukan. Malam itu pula aku memantapkan niat untuk melupakannya. Wah malam itu rasanya semangat sekali aku untuk melupakan semuanya. Rasanya aku seperti menjadi manusia yang paling logic  (versi aku) dan penuh semangat untuk melupkan seseorang. Maka setelah itu aku putuskan untuk tidur.

Namun sialnya saat tidur aku malah memimpikannya, memimpikan bahwa dia semakin menjadi pribadi yang lebih hebat dan lebih layak lagi untuk dikagumi.  Rasanya seperti sia-sia semalam aku secara sadar berniat untuk melupakan tetapi alam bawah sadar aku malah menolaknya mentah-mentah. Hebat sekali akibat kejadian malam hari itu di pagi hari aku jadi banyak berfikir dan bahkan sampai detik ini aku menulis cerita ini aku masih tetap ragu dengan perasaan aku yang sebenarnya.
Tapi aku pernah bertekad atau mungkin bisa dibilang bertaruh pada diri sendiri, jika aku masih mengaguminya sampai aku resmi lulus dari kuliah berarti aku benar-benar menyukainya. Namun jika sesaat setelah lulus kuliah perasaan aku berubah berarti ini hanya perasaan sesaat. Maka, aku serahkan pada waktu biar waktu menjawabnya. 

Yaa kurang lebih seperti itulah ceritaku malam ini. Sebenarnya aku ingin bercerita mengenai hal lain seperti mengapa takdir membawaku kuliah dijurusan pertanian dan mengapa harus menjadi orang yang ahli pada satu bidang saja. Tapi akan panjang jika dibahas disini. Mungkin lain kali aku akan membahasanya yaa

Ditulis di Bandung, 11 Juni 2020
Dengan perasaan yang biasa saja

Komentar